Minggu, 10 Juni 2012

MAKNA, KONSEP, FALSAFAH, DAN PRINSIP PENYULUHAN PEMBANGUNAN


MAKNA, KONSEP, FALSAFAH, DAN PRINSIP PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Oleh:
M. Yuda Ramdani



·         MAKNA DAN KONSEP PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Istilah penyuluhan dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya bagi masyarakat luas. Karena belum ada definisi yang disepakati, diperlukan untuk memberikan pandangan serta dampak yang ditimbulkannya.
Kata penyuluhan dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “suluh” yang artinya seperti obor atau barang yang dipakai untuk menerangi. Pada awal sejarahnya dahulu, Van Den Ban (1999) dalam perjalanannya mencatat beberapa istilah penyuluhan seperti di belanda disebut voorlichting, di jerman dikenal sebagai advisory work (berating), vulgarization (Prancis), dan capacitation (Spanyol). Rolling (1988) dalam Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang berseifat top-down. Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti: animation, mobilization, conscientisation. Di Indonesia dipergunakan istilah penyuluhan sebagai terjemahan dari voorlichting.
Menurut Van Den Ban (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Sebagai contoh : Suatu kegiatan penyuluhan tanaman pangan, dimana seorang penyuluh membantu memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada para petani tentang pentingnya menanam tanaman pangan untuk menjaga keamanan pangan rumah tangga, daerah dan negara, sehingga para petani dapat mempertimbangkan betapa pentingnya menanam tanaman pangan dan pada akhirnya itu menjadi salah satu pertimbangan oleh petani dalam mengambil keputusan komoditi apa yang akan ditanamnya di lahan pertaniannya.
Pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan Setiana. L. dalam Kartono (2008).
Hubeis (2007) Menyatakan bahwa penyuluhan adalah sebagai proses pembelajaran (pendidikan nonformal) yang ditujukan untuk petani dan keluarganya dalam pencapaian tujuan pembangunan. Maksudnya bila di contohkan adalah seperti suatu kegiatan penyuluhan Keluarga Berencana (KB) yang dahulu intensif dilakukan kepada masyarakat, termasuk masyarakat petani yang pada umumnya golongan menengah ke bawah. Hal ini dilakukan dahulu secara intensif sehingga bisa menekan laju pertumbuhan penduduk dan bisa meningkatkan perekonomian rakyat sedikit demi sedikit guna mencapai tujuan dari pembangunan.
Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan diartikan dengan berbagai pemahaman seperti:
1.      Penyebarluasan (informasi)
2.      Penerangan/penjelasan
3.      Pendidikan non-formal (luar-sekolah)
4.      Perubahan perilaku
5.      Rekayasa sosial
6.      Pemasaran inovasi
7.      Perubahan sosial (perilaku individu, niilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan dan lain-lain)
8.      Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
9.      Penguatan Komunitas (community strengthening)
Karena itu menurut mardikanto (2003), penyuluhan pertanian merupakan suatu proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatip yang semakin sejahtera secara berkelanjutan. Sebagai contoh untuk hal ini adalah program penyuluhan dari pihak swasta dalam ini LSM kepada seluruh komponen masyarkat dan pemerintahan akan pendingnya hutan sebagai paru-paru dunia. Dalam proses penyuluhan ini dilakukan dengan berbagai pendekatan sehingga munculah kesadaran dari berbagai pihak akan pentingnya kawasan hutan untuk dilindungi, dilestarikan, serta dikelola secara bijaksana. Selain dalam kegiatan penyuluhan tersebut terdapat juga didalamnya kegiatan pendampingan masyarakat desa sekitar hutan dalam upaya memberdayakan ekonomi masyarakat dan untuk menghindari masyarakat kembali mengeksploitasi hutan dengan pembentukan koperasi wanita dengan unit usaha tertentu untuk membantu perekonomian masyarakat.
Menurut rumusan UU No. 15/2006, Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Masih banyak lagi pengertian dari penyuluhan itu sendiri, akan tetapi dari beberapa penjelasan diatas, cukup untuk ditarik kesimpulan bahwa : Penyuluhan Pembangunan merupakan bagian penting yang tak bisa dipisahkan dari proses pembangunan/pengembangan masyarakat dalam arti luas. Dan, penyuluhan pembangunan merupakan suatu kegiatan proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatip yang semakin sejahtera secara berkelanjutan (sustainable). Intinya, Penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan)dengan tujuan mengubah perilakunya agar sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri (helping people to help themselves).


·         FALSAFAH PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Kata falsafah adalah bahasa Arab. Dalam bahasa Yunani adalah philosophia (philo = cinta ; Sophia = hikmah). Falsafah dalam bahasa Greek berarti love of wisdom, cinta akan kebijaksanaan yakni menunjukkan harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur. Plato (filosof Yunani) mengartikan falsafah sebagai ilmu pengatahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Walter Kaufmann, menyebutkan bahwa falsafah adalah pencarian kebenaran dengan pertolongan fakta-fakta dan argumentasi.
Dalam khasanah kepustakaan penyuluhan pertanian, banyak di jumpai beragam falsafah penyuluhan pertanian. Berkaitan dengan itu, Ensminger dalam Mardikanto (2009) mencatat adanya 11 (sebelas) rumusan tentang falsafah penyuluhan. Di Amerika Serikat juga telah lama dikembangkan falsafah 3-T: teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan kepercayaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.
Asngari dalam Ikbal (2007) mengemukakan beberapa falsafah penyuluhan, yakni:
1.      Falsafah mendidik/pendidikan (bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”
Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan falsafah : “hing ngarsa sung tulada (memberi/menunjukkan arah akan perubahan), hing madya mangan karsa (merangsang terjadinya perubahan), tut wuri handayani (mengembangkan dan mewujudkan potensi klien).
2.      Falsafah pentingnya individu : Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk berkembang dan dikembangkan.
3.      Falsafah Demokrasi : Klien diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus dapat bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.
4.      Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung makna adanya kerjasama antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi dirinya.
5.      Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.” Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson, 1976 :81 dalam Asngari, 2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah ini dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya individu membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan kegiatan "dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka."
6.      Falsafah Continou/berkelanjutan : Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang, teknologi berkembang, sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan perkembangan : 1) materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.
7.      Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual, maupun berkelompok).
·         Ini analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan sekali-kali dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar sampai ada yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok yang semuanya belum membangun.
·         Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga individu mampu berprestasi prima secara mandiri
Rumusan lain yang lebih tua yang dikutip Kelsey dan Hearne dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan bahwa: falsafah penyuluhan adalah: bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves).

·         PRINSIP PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Mathews dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa: prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Karena itu, prinsip akan berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya dari berbagai peng-amatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian “prinsip” dapat dijadikan sebagai landas-an pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan yang akan dilak-sanakan.
Prinsip penyuluhan pertanian adalah pedoman atau pegangan dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan yang dapat diterima kebenarannya dalam bertingkah laku. Untuk itu penyelenggaraan penyuluhan harus: menurut keadaan yang nyata, ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran, merupakan pendidikan yang demokrasi, perencanaanya disusun bersama, bersifat fleksibel dan penilaian hasil didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi pada sasaran (Kartono, 2008)
Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans dalam Mardikanto (2009) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan. Tanpa berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh (apalagi administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:
1.      Mengerjakan, artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan ketram-pilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2.      Akibat, artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/ penyuluhan dimasa-masa mendatang.
3.      Asosiasi, artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya. Sebab, setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peris-tiwa yang lainnya.
Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2009) mengungkapkan prinsip-prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:
1.      Minat dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan terse-dianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2.      Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.
3.      Keragaman budaya, artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk seti-ap  wilayah seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.
4.      Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
5.      Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.
6.      Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh masyarakat sasarannya.
7.      Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8.      Penggunaan metoda yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosialbudaya) sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
9.      Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Dalam hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.
10.  Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).
11.  Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian-pengertian:
a.       Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga,
b.      Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan,
c.       Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama
d.      Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga
e.       Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usahatani,
f.       Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda,
g.      Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga, memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya
h.      Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakat-nya.
12.  Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.
Terkait dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian dari peningkatan produktivitas usahatani ke arah pengembangan agribisnis, dan di lain pihak seiring dengan terjadinya perubahan sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia, telah muncul pemikiran tentang prinsip-prinsip, Soedijanto dalam Arip (2009):
1.      Kesukarelaan, artinya, keterlibatan seseorang dalam kegiatan penyuluhan tidak boleh berlangsung karena adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang dirasakannya.
2.      Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.
3.      Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan melak-sanakan kegiatan dengan penuh tanggung-jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.
4.      Partisipatip, yaitu keterlibatan semua stakeholders sejak peng-ambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, eva-luasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.
5.      Egaliter, yang menempatkan semua stakehoder dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa diirendahkan.
6.      Demokrasi, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara sesama stakeholders.
7.      Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling mempedulikan.
Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme.
8.      Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh siapapun.
9.      Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan sumberdaya pertanian bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat dan kesinambungan pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Arip. 2009. Pengertian Penyuluhan. [terhubung berkala] http://masarip.blog.friendster.com/2009/02/pengertian-penyuluhan/. [4 Okt 2009]
Depdikbud R.I. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hubeis, AVS. 2007. Motivasi, Kepuasan Kerja dan Produktifitas Penyuluh Pertanian Lapangan (Kasus Kabupaten Sukabumi). Jurnal Penyuluhan Vol 3, No 2. Bogor. Program Study Ilmu Penyuluhan Pembangunan.
Iqbal. 2007. Penyuluhan Pembangunan dan Masa Depan Bangsa.[terhubung berkala] http://eeqbal.blogspot.com/2007/11/falsafah-penyuluhan-pembangunan.html.       [7 Okt 2009]
Kartono. 2008. Pengertian Penyuluhan Pertanian. http://ronggolawe13.blogspot.com/2008/01/pengertian-penyuluhan-pertanian.html [7 Okt 2009]
Mardikanto, T. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. Sukoharjo : PUSPA
-----------. 2009. Membangun Pertanian Modern. Surakarta : UNS-Press
-----------. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta : UNS-Press
Sekretariat Negara R.I. 2006. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta: Sekretariat Negara RI
Van den Ban, A.W. and H.S. Hawkins, 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius





Tidak ada komentar:

Posting Komentar