MAKNA, KONSEP, FALSAFAH, DAN PRINSIP
PENYULUHAN PEMBANGUNAN
Oleh:
M. Yuda Ramdani
·
MAKNA DAN KONSEP PENYULUHAN
PEMBANGUNAN
Istilah penyuluhan dikenal secara luas dan diterima oleh
mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak
demikian halnya bagi masyarakat luas. Karena belum ada definisi yang
disepakati, diperlukan untuk memberikan pandangan serta dampak yang
ditimbulkannya.
Kata penyuluhan dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal
dari kata dasar “suluh” yang artinya seperti obor atau barang yang dipakai
untuk menerangi. Pada awal sejarahnya dahulu, Van Den Ban (1999) dalam
perjalanannya mencatat beberapa istilah penyuluhan seperti di belanda disebut voorlichting, di jerman dikenal sebagai advisory work (berating), vulgarization (Prancis), dan capacitation (Spanyol). Rolling (1988)
dalam Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan
protes terhadap kegiatan penyuluhan yang berseifat top-down. Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam istilah
pengganti extension seperti: animation,
mobilization, conscientisation. Di Indonesia dipergunakan istilah
penyuluhan sebagai terjemahan dari voorlichting.
Menurut Van Den Ban (1999), penyuluhan merupakan
keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan
tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan
yang benar. Sebagai contoh : Suatu kegiatan penyuluhan tanaman pangan, dimana
seorang penyuluh membantu memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada
para petani tentang pentingnya menanam tanaman pangan untuk menjaga keamanan pangan
rumah tangga, daerah dan negara, sehingga para petani dapat mempertimbangkan
betapa pentingnya menanam tanaman pangan dan pada akhirnya itu menjadi salah
satu pertimbangan oleh petani dalam mengambil keputusan komoditi apa yang akan
ditanamnya di lahan pertaniannya.
Pengertian
penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan
proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan
yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan Setiana. L. dalam Kartono (2008).
Hubeis (2007) Menyatakan bahwa
penyuluhan adalah sebagai proses pembelajaran (pendidikan nonformal) yang
ditujukan untuk petani dan keluarganya dalam pencapaian tujuan pembangunan.
Maksudnya bila di contohkan adalah seperti suatu kegiatan penyuluhan Keluarga
Berencana (KB) yang dahulu intensif dilakukan kepada masyarakat, termasuk
masyarakat petani yang pada umumnya golongan menengah ke bawah. Hal ini
dilakukan dahulu secara intensif sehingga bisa menekan laju pertumbuhan
penduduk dan bisa meningkatkan perekonomian rakyat sedikit demi sedikit guna
mencapai tujuan dari pembangunan.
Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan
diartikan dengan berbagai pemahaman seperti:
1. Penyebarluasan (informasi)
2. Penerangan/penjelasan
3. Pendidikan non-formal (luar-sekolah)
4. Perubahan perilaku
5. Rekayasa sosial
6. Pemasaran inovasi
7. Perubahan sosial (perilaku individu,
niilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan dan lain-lain)
8. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
9. Penguatan Komunitas (community strengthening)
Karena itu menurut mardikanto (2003), penyuluhan pertanian
merupakan suatu proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk
memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar
bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua
stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses
pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan
partisipatip yang semakin sejahtera secara berkelanjutan. Sebagai contoh untuk
hal ini adalah program penyuluhan dari pihak swasta dalam ini LSM kepada
seluruh komponen masyarkat dan pemerintahan akan pendingnya hutan sebagai
paru-paru dunia. Dalam proses penyuluhan ini dilakukan dengan berbagai
pendekatan sehingga munculah kesadaran dari berbagai pihak akan pentingnya
kawasan hutan untuk dilindungi, dilestarikan, serta dikelola secara bijaksana.
Selain dalam kegiatan penyuluhan tersebut terdapat juga didalamnya kegiatan
pendampingan masyarakat desa sekitar hutan dalam upaya memberdayakan ekonomi
masyarakat dan untuk menghindari masyarakat kembali mengeksploitasi hutan dengan
pembentukan koperasi wanita dengan unit usaha tertentu untuk membantu
perekonomian masyarakat.
Menurut
rumusan UU No. 15/2006, Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi
pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya
lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Masih banyak lagi pengertian dari penyuluhan itu sendiri,
akan tetapi dari beberapa penjelasan diatas, cukup untuk ditarik kesimpulan
bahwa : Penyuluhan Pembangunan merupakan bagian penting yang tak bisa dipisahkan
dari proses pembangunan/pengembangan masyarakat dalam arti luas. Dan,
penyuluhan pembangunan merupakan suatu kegiatan proses perubahan sosial,
ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang
partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua stakeholders
(individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi
terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatip yang
semakin sejahtera secara berkelanjutan (sustainable). Intinya, Penyuluhan adalah kegiatan mendidik
orang (kegiatan pendidikan)dengan tujuan mengubah perilakunya agar sesuai
dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan
usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya
secara mandiri (helping people to help
themselves).
·
FALSAFAH PENYULUHAN PEMBANGUNAN
Kata falsafah adalah bahasa Arab. Dalam bahasa Yunani adalah
philosophia (philo = cinta ; Sophia =
hikmah). Falsafah dalam bahasa Greek berarti love of wisdom, cinta akan
kebijaksanaan yakni menunjukkan harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai
kehidupan yang luhur. Plato (filosof Yunani) mengartikan falsafah sebagai ilmu
pengatahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Walter Kaufmann,
menyebutkan bahwa falsafah adalah pencarian kebenaran dengan pertolongan
fakta-fakta dan argumentasi.
Dalam khasanah kepustakaan penyuluhan pertanian, banyak di
jumpai beragam falsafah penyuluhan pertanian. Berkaitan dengan itu, Ensminger dalam
Mardikanto (2009) mencatat adanya 11 (sebelas) rumusan tentang falsafah
penyuluhan. Di Amerika Serikat juga telah lama dikembangkan falsafah 3-T: teach, truth, and trust (pendidikan,
kebenaran dan kepercayaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan
pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan
kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap
informasi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat
memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan
kesejahteraannya.
Asngari dalam Ikbal (2007) mengemukakan beberapa falsafah penyuluhan, yakni:
1. Falsafah mendidik/pendidikan
(bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”
Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan falsafah : “hing ngarsa sung tulada (memberi/menunjukkan arah akan perubahan), hing madya mangan karsa (merangsang terjadinya perubahan), tut wuri handayani (mengembangkan dan mewujudkan potensi klien).
Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan falsafah : “hing ngarsa sung tulada (memberi/menunjukkan arah akan perubahan), hing madya mangan karsa (merangsang terjadinya perubahan), tut wuri handayani (mengembangkan dan mewujudkan potensi klien).
2. Falsafah pentingnya individu
: Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada
umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada
taranya untuk berkembang dan dikembangkan.
3. Falsafah Demokrasi : Klien diberi
kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus dapat
bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.
4. Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki
Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung makna adanya kerjasama
antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien
agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi
dirinya.
5. Falsafah “Membantu Klien Membantu
Diri Sendiri.” Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson, 1976 :81 dalam Asngari,
2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah ini
dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi
pentingnya individu membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan
landasan kegiatan "dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka."
6. Falsafah Continou/berkelanjutan :
Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang, teknologi berkembang,
sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan perkembangan : 1)
materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.
7. Falsafah Membakar Sampah (secara
tradisional, baik individual, maupun berkelompok).
·
Ini
analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan
sekali-kali dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali
disiram minyak tanah dan dibakar sampai ada yang kering dan merambat
mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok yang semuanya belum
membangun.
·
Bagi
seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran
menunggu perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran
menunggu perkembangan individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh
untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi individu lebih berdaya dan mandiri.
Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga individu
mampu berprestasi prima secara mandiri
Rumusan lain yang lebih tua yang dikutip Kelsey dan Hearne
dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak
kepada pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan
masyarakat dan bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan bahwa: falsafah penyuluhan
adalah: bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat
meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping
people to help themselves).
·
PRINSIP PENYULUHAN PEMBANGUNAN
Mathews dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa: prinsip
adalah suatu pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam
pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Karena itu,
prinsip akan berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya
dari berbagai peng-amatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian “prinsip”
dapat dijadikan sebagai landas-an pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan
yang akan dilak-sanakan.
Prinsip penyuluhan pertanian adalah pedoman atau pegangan
dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan yang dapat diterima kebenarannya
dalam bertingkah laku. Untuk itu penyelenggaraan penyuluhan harus: menurut
keadaan yang nyata, ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran,
merupakan pendidikan yang demokrasi, perencanaanya disusun bersama, bersifat
fleksibel dan penilaian hasil didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
pada sasaran (Kartono, 2008)
Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia
akademis, Leagans dalam Mardikanto (2009) menilai bahwa setiap penyuluh dalam
melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan.
Tanpa berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh
(apalagi administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem
pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:
1. Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan
mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
ketram-pilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.
2. Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik
atau bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan
mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/ penyuluhan
dimasa-masa mendatang.
3. Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya.
Sebab, setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan
kegiatan/peris-tiwa yang lainnya.
Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.
Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2009)
mengungkapkan prinsip-prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:
1. Minat
dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada
minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam:
apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap
individu maupun segenap warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat
dipenyui sesuai dengan terse-dianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana
yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2. Organisasi
masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu
melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.
3. Keragaman
budaya, artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya.
Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang
beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk seti-ap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang
bersumber pada keragaman budayanya.
4. Perubahan
budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya.
Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar
perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu,
setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya
lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
5. Kerjasama
dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan
partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan
program-program penyuluhan yang telah dirancang.
6. Demokrasi
dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan
kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin
diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar
tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan,
serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh masyarakat
sasarannya.
7. Belajar
sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar
masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang
segala sesuatu yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya
sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus
memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh
pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8. Penggunaan
metoda yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda
yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi,
dan nilai sosialbudaya) sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang
dapat diterapkan di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
9. Kepemimpinan,
artinya, penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk
kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Dalam
hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau
memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan
penyuluhannya.
10. Spesialis
yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah
memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya
sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani
kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan
beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).
11. Segenap
keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan
dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian-pengertian:
a. Penyuluhan
harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga,
b. Setiap
anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan,
c. Penyuluhan
harus mampu mengembangkan pemahaman bersama
d. Penyuluhan
mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga
e. Penyuluhan
mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usahatani,
f. Penyuluhan
harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda,
g. Penyuluhan
harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga, memperkokoh kesatuan keluarga,
baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya
h. Mengembangkan
pelayanan keluarga terhadap masyarakat-nya.
12. Kepuasan,
artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.
Terkait dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian
dari peningkatan produktivitas usahatani ke arah pengembangan agribisnis, dan
di lain pihak seiring dengan terjadinya perubahan sistem desentralisasi
pemerintahan di Indonesia, telah muncul pemikiran tentang prinsip-prinsip,
Soedijanto dalam Arip (2009):
1. Kesukarelaan,
artinya, keterlibatan seseorang dalam kegiatan penyuluhan tidak boleh
berlangsung karena adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran
sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang
dirasakannya.
2. Otonom,
yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang
dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.
3. Keswadayaan,
yaitu kemampuannya untuk merumuskan melak-sanakan kegiatan dengan penuh
tanggung-jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.
4. Partisipatip,
yaitu keterlibatan semua stakeholders sejak peng-ambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, eva-luasi, dan pemanfaatan hasil-hasil
kegiatannya.
5. Egaliter,
yang menempatkan semua stakehoder dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak
ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa diirendahkan.
6. Demokrasi,
yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya, dan
saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara sesama stakeholders.
7. Keterbukaan,
yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling mempedulikan.
Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme.
Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme.
8. Akuntabilitas,
yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh siapapun.
9. Desentralisasi,
yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk
mengoptimalkan sumberdaya pertanian bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat
dan kesinambungan pembangunan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arip. 2009. Pengertian Penyuluhan. [terhubung berkala] http://masarip.blog.friendster.com/2009/02/pengertian-penyuluhan/.
[4 Okt 2009]
Depdikbud R.I. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Hubeis, AVS. 2007. Motivasi, Kepuasan Kerja dan Produktifitas
Penyuluh Pertanian Lapangan (Kasus Kabupaten Sukabumi). Jurnal Penyuluhan
Vol 3, No 2. Bogor. Program Study Ilmu Penyuluhan Pembangunan.
Iqbal. 2007. Penyuluhan Pembangunan dan Masa Depan Bangsa.[terhubung berkala] http://eeqbal.blogspot.com/2007/11/falsafah-penyuluhan-pembangunan.html. [7 Okt 2009]
Kartono. 2008. Pengertian Penyuluhan
Pertanian. http://ronggolawe13.blogspot.com/2008/01/pengertian-penyuluhan-pertanian.html
[7
Okt 2009]
Mardikanto, T. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan
Pertanian. Sukoharjo : PUSPA
-----------. 2009. Membangun Pertanian Modern. Surakarta :
UNS-Press
-----------. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta :
UNS-Press
Sekretariat Negara R.I. 2006. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 Tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta: Sekretariat
Negara RI
Van den Ban, A.W. and H.S. Hawkins,
1999. Penyuluhan Pertanian.
Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar