Perbedaan Antara Anak-anak, Remaja dan Orang
Dewasa Belajar, Transmisi Vertikal vs Lateral, Pendidikan dan Kehidupan
Oleh :
M.
Yuda Ramdani
A. Pengertian
Pendidiakan
Secara awam pendidikan
dipandang sebagai suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan,
kebiasaan dan sikap-sikap yang bertujuan untuk mengembangkan atau mengubah kognisi,
afeksi dan konasi seseorang yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi
warga negara yang baik. Sedangkan secara umum, ada dua sumber pustaka yang
sering digunakan khlayak dan dapat mendefinisikan pendidikan secara umum yakni
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Wikipedia (sebagai sumber media elektronik).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan. Dan menurut Wikipedia Pendidikan adalah satu ilmu pengetahuan
sosial yang meliputi pengetahuan spesifik belajar-mengajar, kepercayaan, dan
keterampilan.
Secara Etimologi,
Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu Pedagogi,
dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing.
Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni
mengajar anak (the art and scienceof teaching children).
Sebagian ahli juga
mengemukakan definisi dari pendidikan. Rosseau mengungkapkan mendidik adalah memberikan
pembekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, tapi dibutuhkan pada masa
dewasa. Selain dari Rosseau, Langefeld
menjelaskan bahwa Mendidik adalah
membimbing anak dalam mencapai kedewasaan. Langefeld dan Heageveld sama sama
memandang bahwa pendidikan itu dimulai pada masa anak-anak untuk mncapai
kedewasaan. Akan tetapi apakah pendidikan itu akan terhenti jika kedewasaan
sudah di dapatkan?.
Ahli lainnya Bojonegoro
mengungkapkan mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum
dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai tercapai kedewasaan. Ki Hajar Dewantara mengartikan
pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan
alam dan masyarakatnya. Bojonegoro mengungkapkan hal yang hampir sama
dengan apa yang dikemukaan oleh Langefeld dan Heageveld sebelumnya. Sedangkan
Ki Hajar Dewantara mengungkapkan hal yang berbeda, yang menganggap proses
pendidikan berjalan terus dalam proses menuju suatu bentuk yang mendekati
sempurna.
Banyak lagi pengertian
pendidikan menurut para ahli, Darmaningtyas mengatakan
tentang difinisi pendidikan yaitu pendidikan sebagai usaha dasar dan sistematis
untuk mencapai taraf hidup dan kemajuan yang ledih baik. Paulo Freire ia mengatakan,
pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua
tahap. Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan
mereka, damana melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap
yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
Menururt John Dewey, pendidikan
adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi
di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin
pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari
orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup. H. Horne menjelaskan pendidikan adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang
secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia. Frederick J. Mc Donald
mengungkapakan pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk
merubah tabiat.
Undang-undang (UU)
Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Dari berbagai macam pengertian di atas, dapat di
simpulkan pendidikan adalah usaha
sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan
cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka dalam arti sesuai
dengan tuntutan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Manusia
dan Pendidikan
Manusia adalah
makhluk yang diciptakan dan memiliki sifat
yang berbeda dengan makhluk lain yang hidup didunia ini. Sebaga makhluk monodualis,
manusia memiliki unsur jiwa dan raga
yang menyatu dalam satu kesatuan dan tak dapat dipisahkan, dan dalam
prosesnya terus berkembang menuju
kematangan, keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidupnya yang tercermin dalam
gerak yang bersifat badani dan gerak kejiwaan dalam melakukan berbagai macam
kegiatan dalam hidupnya.
Secara aspek
filosofis, manusia memiliki akal , sehingga menggunakan kemampuan berpikirnya
untuk menerobos masa depan yang tak terhingga tidak ada batasnya dalam upaya
mencapai sesuatu yang bersifat lebih indah,
lebih baik, dan lebih sempurna
yang dijadikan landasan hidupnya. Secara aspek psikologis, manusia mempunyai
potensi untuk mengembangkann cipta, karsa dan karyanya melalui potensi fisik
dan rohaninya, sehingga menghasilkan suatu karya agung dalam hidupnya. Dan
secara aspek sosiologis secara sadar manusia perlu kesadaran mutlak
bahwa hidupnya tidak bisa sendiri baik dengan sesama maupun dengan lingkungan ,
sehingga perlu pemupukan rasa kebersamaan ini. kesemua sifat dasar tersebut
akan bertumbuh kembang secara alami bila manusia mengalami proses fisik dan
psikis secara normal melalui proses secara sadar untuk mencapai sifat baik
dalam diri seseorang yang disebut dengan pendidikan.
Dari dasar2 yang
dimiliki tersebut manusia memiliki ciri2 untuk dapat dididik dapat diarahkan perilakunya dan dibentuk menjadi manusia utuh. Manusia sangat membutuhkan pendidikan karena:
a.
Manusia
dilahirkan dengan tak berdaya, banyak uluran orang lain yang membantunya.
b.
Manusia
tidak langsung menjadi dewasa, untuk
mencapai kedewasaan perlu dibutuhkan pendidikan untuk dapat memiliki nilai2
yang dibutuhkan dalam hidupnya.
c.
Manusia
adalah makhluk sosial, perlu pendidikan untuk mampu bersosialisasi dengan
manusia lainnya .
Masalah utama dalam pendidikan adalah bagaimana
mengembangkan semua kemampuan dasar manusia tersebut, sejak lahir sehingga
menjadi makhluk sosial dengan tetap dalam lingkungan kemanusiannya Suatu pendidikan harus ada
proses pembelajaran (learning process) , menurut UNESCO, terdapat empat
pilar proses pembelajaran dalam pendidikan yaitu:
·
Pilar
ke I “learn to know” mempunyai makna bahwa proses pembelajaran
merupakan proses untuk “menjadi tahu” dari sebelumnya “ tidak mengetahui “,
melalui upaya pembekalan peserta didik dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
mengembangkan intelektualitasnya.
Bloom (1954) mengatakan pembekalan pengetahuan yang berbentuk ilmu
pengetahuan merupakan upaya pengisian ranah “kognitif” (cognitive domain) berupa
hierarki yang terdiri atas “ knowlegde,
comprehension, aplication, analysisi, syntesis and evaluation” yang menjadi
pembekalan awal seorang peserta didik.
·
Pilar
ke 2 “ learn to do” mempunyai makna bahwa sorang anak didik setelah
atau bersamaan dengan peserta didik mendapat pembekalan pengetahuan, ia harus
menerima pula bekal ketrampilan dalam mengerjakan sesuatu.
Bloom (1954) mengatakan pembekalan pengetahuan yang berbentuk ketrampilan
ini tercakup dalam ranah psikomotor (psikomotor
domain) berupa hierarki “ perception
set, guided response, mechanism, comp-lex evert response, adaption and
origination”, yang menjadi bekal berikutnya peserta didik mampu mengerjakan
sesuatu ketrampilan yang relevan dengan substansi yang dipelajarinya dalam
proses belajar, tahap selanjutnya siswa diharapkan dapat dicapai tingkat
komtensi yang sesuai dengan kebutuhan dan pasaran tenaga kerja.
·
Pilar
ke III ”Learn to be” merupakan upaya pembekalan penyempurnaan pilar ke
I dan ke II, sehingga peserta didik dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan
yang dimiliki, harus mampu mendayagunakannya untuk tercapai kemanfaatannya.,
sikap positif, bertanggung jawab, mengembangkannya dan mungkin menemukan yang
baru (inovasi).
Bloom (1954) mengatakan pembekalan pengetahuan yang
berbentuk penyempurnaan ini masuk dalam sikap atau ranah afektif (affective domain) yang dimiliki oleh
seorang peserta didik berupa deretan hirarki : receiving, responding, valuing, organizing and characteristing.
·
Pilar
ke IV. ”Learn to live together”
merupakan perpaduan ke tiga pilar terfdahulu dan terimplementasikan
dalam kehidupan nyata, dalam pembentukan kehidupan character bvangsa (sense of being), kesiapan untuk terus
belajar sepanjang hayat, tumbuhnya tanggung jawab, dan integritas, serta
kesediaan untuk melayani kepentingan bersama dalam naungan bersama yang
harmoni.
Sedangkan apabila kita melihat Pilar I sampai dengan
Pilar III diarahkan pada sense of having,
yakni bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumberdaya manusia yang
memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan, teknologi serta
kompetensi/keahlian untuk digunakan dalam meningkatkan kualitas hidup, sehingga
peserta didik diajak berlomba dengan lebih proaktif, kreatif, inovatif mengarah
pada profesionalitas dibidangnya.
C. Definisi
Pendidikan Orang Dewasa
Beberapa
pakar terdahulu mendefinisikan bahwa pendidikan adalah upaya membimbing anak
hingga mencapai proses kedewasaan. Dari definisi itu apakah hanya sebatas
hingga mencapai tahap kedewasaan saja proses pendidikan berjalan dan ketika
mencapai tahap kedewasaan proses pendidikan itu berhenti?. Apakah orang yang
telah dewasa sudah tidak lagi membutuhkan pendidikan?. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, defenisi tersebut sudah mengalami redefinisi
dalam perjalanannya menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang terus
berkembang. Karena pada saat ini dalam kehidupan sehari-hari, proses pendidikan
terjadi dimana saja dan kapan saja baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.
Berkaitan
dengan hal tersebut, saat ini sudah berkembang suatu spesifik ilmu mengenai
pendidikan orang dewasa atau dalam bahasa keilmuannya disebut dengan andragogi.
Knowles (1973) menjelaskan, secara garis besar pendidikan orang dewasa atau
andradogi adalah ilmu tentang memimpin atau membimbing orang dewasa atau ilmu
mengajar orang dewasa. Pendidikan orang dewasa berbeda dengan konsep pendidikan
untuk anak-anak, yang sering disebut dengan istilah pedagogi.
Knowles
(1973), teori andragogi berlandaskan paling tidak empat dugaan utama
yang berbeda pedagogi, yakni :
a.
Konsep
diri, Seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dan
ketergantungan total menuju kearah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat
dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada
orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinyalah
orang dewasa membuutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat
mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak
memungkinkan dirinya menjadi self
directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
b.
Pengalaman,
peranan pengalaman yang dibawa peserta didik ke situasi belajar kurang
bernilai. Hal itu mungkin hanya sebagai titik tolak. Pengalaman yang akan
menjadi sumber utama bagi peserta didik adalah pengalaman para guru, penulis
buku, pencipta audiovisual, ahli laboratorium dan sebaginya. Karena itu, teknik
utama yang digunakan adalah teknik penerusan atau pemindahan (ceramah, tugas,
dan lain-lain). Dalam andragogy, selama manusia tumbuh dan berkembang maka ia
akan menyimpan banyak pengalaman dan karena itu akan menjadi sumber yang tak
habis-habisnya untuk belajar, baik bagi mereka secara pribadi maupun bagi orang
lain. Lagi pula otang memberikan arti yang lebih besar kepada pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman daripada yang diperoleh secara pasif.
c.
Kesiapan
Belajar, Orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkat
perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja,
orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka
bukan semata-mata karena paksaan akademik, akan tetapi karena kebutuhan hidup
dan untuk melaksanakan tugas dan peran sosialnya. Belajar bagi orang dewasa
seolah-olah merupakan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
d.
Orientasi terhadap belajar, pedagogi melihat pendidikan
sebagai suatu proses untuk memperoleh bahan pengajaran, yang sebagian besar
mereka anggap hanya akan berguna di kemudian hari. Karena itu kurikulum seharusnya
diatur menjadi satuan-satuan pelajaran yang mengikuti logika mata pelajaran
yang bersangkutan. Jadi orientasi pedagogi berpusat pada mata pelajaran.
Sebaliknya dalam andragogi, para peserta didik memandang pendidikan sebagai
suatu proses pengembangan kemampuan untuk mencapai potensi kehidupan yang lebih
baik.
Blakely dalam
Boyd (1966) mendefinisikan bahwa pendidikan orang dewasa memiliki dua batasan.
Ia menyatakan bahwa “..pendidikan orang dewasa merupakan pembelajaran
sistematik yang penuh dengan tujuan berbeda dengan pengalaman yang belum
teruji..”. Kemudian, ia menyatakan bahwa “…pendidikan orang dewasa menyiratkan
suatu penghormatan atau penghargaan dengan maksud dan integritas dari pelajar,
berbeda dengan usaha untuk berbohong atau mengelabui, mencontek, atau
memanfaatkan…”. Kedua batasan tersebut dirasanya gagal untuk membedakan pengertian
pendidikan orang dewasa dengan anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan
kebanyakan pendidik akan menggunakan materi yang sistematis, dan pengaaman
teruji serta ridak ada guru yang tidak menghargai tujuan dan integritas dari
anak-anak didiknya. Kemudian pada bab nya ia menyatakan “…pendidikan orang dewasa tidak bisa
didefinisikan dengan memuaskan..”.
Dari
definisi Blakely, Byod mengungkapkan bahwa perlu adannya untuk mengidentifikasi
isu atau masalah pokok sebelum membuat analisis masalah yang sistematis. Jenis yang diidentifikasi oleh orang dewasa
tidak mengarah ke pokok pembahasan atau subjek materi, akan tetapi lebih
mengarah kepada klasifikasi kronologis.
Kategori umur tidak menjadi sesuatu yang perlu di kedepankan dan penting dalam
membangun pendidikan orang dewasa.
Para psikolog yang
menggunkan istilah imitasi, bukanlah mengartikan ini dengan sikap meniru, mengikuti,
bercermin mengulang atau membuat pola. Imitasi yang dimaksud adalah suatu arti
yang “prinsip” yang dipelajari oleh remaja dan anak-anak, kemudian arti lainnya
digunakan dalam proses pembelajarannya orang dewasa. Para psikolog menyamakan
imitasi pada konsep identifikasi dan untuk memahami konsep tersebut harus
dilihat sebagai pusat atau serangkaian proses dari perkembangan manusia dengan
tujuan untuk memeriksa apakah identifikasi sebagai proses pusat dalam
pembelajaran untuk anak-anak dan remaja, atau ada suatu kemungkinan
identifikasi sebagai sebuah pengaturan fungsi sosio-psikologis dasar yang jelas
membedakan pendidikan anak-remaja dengan pendidikan orang dewasa.
Seorang anak memulai
kehidupannya sebagai organism yang bergantung penuh, dan selama tahun pertama
kehidupannya sangat bergantung pada perawatan yang diberikan oleh individu
lainnya. Kondisi ini tidak diketahui olehnya sampai pada proses perceptual dan
berkembang hingga mampu merasakan perbedaan antara dirinya dengan orang yang
memenuhi kebutuhannya. Akibat dari adanya perkembangan, muncul perbedaan yang
memaksa anak pada sikap baru yang adaptif, kemudian tahap selanjutnya anak-anak
melihat orang dewasa yang merawatnya
sebagai seseotang yang berkuasa karena dia memerintah tidak hanya tentang apa
yang baik, namun juga apa yang penting bagi dirinya.
Sejak seorang anak
menemukan bahwa dirinya tidak selalu bisa mengendalikan apa yang disediakan,
maka akan lebih aman jika dirinya yang menjadi penyedia. Dengan menjadi
penyedia, ia akan mampu mengendalikan apa yang baik dan penting untuk dirinya.
Berkembang dari rasa ketidakpuasan sebagai penyedia merupakan kondisi awal dari
sosialisasi. Hubungan sosial awal anak terhadap siapapun merupakan objek yang
dicintainya. Identifikasi ini dimulai dari proses inkorporasi. Dengan
intelektual dan perceptual yang berkembang, ia memperhatikan dan mulai
mengenali objek yang dikenalinya. Perhatian yang terarah pada objek yang
dicintainya memungkinkan ia memulai identifikasi melalui aksi introjeksi.
Introjeksi adalah menyerap kedalam ego karakteristik dari orang lain
yang mempunyai hubungan emosional yang kuat untuk mengamankan seseorang dari
ketidaktahuan dan bahaya. Selama proses ini seorang anak belajar mengerti
dunia.
Fenichel dalam Boyd
(1966) mendeskripsikan proses yang diikuti materi : Mula-mula, anak sebenarnya
mempunyai keinginan untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh
orang tuanya. Tujuannya adalah sebuah identifikasi dengan kegiatan orang tua,
bukan larangan orang tua. Berikut dibawah ini akan dipaparkan Formula
perkembangan anak;
Anak
melalui aksi inkorporasi dan introjeksi
|
Subjek materi yang
bervariasi
|
Kegiatan orang tua dan
larangannya
|
Mengidentifikasi
|
Jalannya materi
subjek tidak secara langsung, namun selalu melalui orang tua atau penggantinya.
Pada saat anak masuk sekolah, ia mulai mengembangkan super-ego kepentiganya,
sehingga formula tersebut tidak berubah secara mendasar. Apa yang ditambahkan
adalah strukturisasi yang lebih terarah dan hubungan terarah tersebut disadari
sebagai performa yang benar dari aktivitas yang standar. Seorang anak segera
belajar bahwa ia tidak bisa bersandar pada penghargaan sebelumnya dan pada saat
yang bersamaan menikmati pengakuan atau cinta dari guru. Perhatian sang anak
secara timbal balik dari guru adalah suatu kepentingan dalam lingkungan
pendidikan bahwa formula yang ditampilkan di atas perlu dimodifikasi dengan
hubungan yang dinamis.
umpan-balik pada penanganannya anak dari
aktivitas dan standar seperti perasa oleh guru
|
Identifikasi
|
Subjek materi yang
bervariasi
|
Perlakuan yang sesuai
|
Standar
dan aktifitas guru
|
Dalam
pendidikan, lingkungan anak dan guru tidak bisa netral atau tangensial terhadap
pembelajaran. Guru menjalankan posisi transaksional dalam banyak cara yang
khusus dan berhubungan kehidupan yang secara parallel antara anak dan orang tua
dan kebebasannya untuk tumbuh.
Pada fase
pubertas, pegangan hidup seorang anak muncul, kedekatan super-ego, ego-ideal
menjadi diluar proporsi dan terlalu dilebih-lebihkan tidak seperti kehidupan
yang nyata. Pemisahan dari super ego dan pengetahuan tentang kenyataan yang
tumbuh membuat ego-ideal lebih nyata dan anak memasuki masa remaja. Ego ideal
menjadi model bagi remaja.
Perkembangan
ego-ideal dan penggunanaan model adalah tahap akhir dari identifikasi.
Kedekatan dari figure seorang yang berkuasa tidak lagi dibutuhkan. Proses
pembelajaran remaja telah mengembangkan mekanisme ego adaptif seperlunya bahwa
dia telah mencapai tahap mampu mendalami dan menjaga sebuah gambaran dari model
yang dipilih. Dia mampu untuk membandingkan sikapnya sendiri terhadap apa yang
dia terima menjadi atau akan menjadi sikap dari modelnya.
Model Menginginkan
remaja untuk bermain dengan ide dan nilai. Model sangat membantu seseorang muda
untuk mengetahui diri mereka sendiri sebagai apa dan bagaimana mereka menjadi
seseorang. Erikson dalam Boyd (1966) menyebut tahap ini sebagai sebuah krisis antara
identitas ego dan kebingungan peran serta pemecahan masalah dari krisis ini
sangat sulit untuk kebanyakan orang remaja.
Tahap akhir
dari perkembangan remaja adalah model harus tetap diberikan. Wanita atau pria
harus berdiri sendiri dan menghadapi dunia dengan identitas individual
masing-masing. Pada tahap ini diharapkan bahwa remaja dewasa tahu, menegaskan,
mengikuti serangkaian standar yang dia miliki dan telah dikembnagkan fungsi dan
kapasitas sebuah kemampuan untuk menjalankan adaptasi kepintaran. Hal ini
menunjukkan penanganan langsung dari materi subjek dan perbedaan antara
pendidikan anak dan dewasa.
Pada
pendidikan anak-remaja orang ketiga dibutuhkan dalam pembelajaran. Proses
identifikasi yang mengarah pada sosialisasi yang individual berkembang dan telah
memenuhi tujuan mereka pada saat lingkungan orang dewasa masuk. Pelajar dewasa
tidak seperti anak dan remaja, dia dapat mendekati materi subjek secara
langsung dalam sebuah pengaturan peran yang menekan antara pelajar dan materi
subjek. Orang dewasa tahu standard an harapannya sendiri, dia tidak perlu lagi
diberitahu, atau tidak butuh hadiah dari yang berkuasa.
Ekspresi
yang umum “ dia menikmati belajar untuk dirinya sendiri”. Hal ini memiliki
kualitas mistik yang baik dan menjelaskan bahwa manusia memiliki sesuatu.
Kemungkinan kegagalannya terletak pada diri manusia yang meniadakan motivasi.
Pelajar dewasa tidak memuaskan orang lain, namun dirinya sendiri dan memiliki
signifikansi sosial yang besar. Materi subjek tidak membedakan tingkat
keberagaman pendidikan dan ditentukan oleh bagaiman pendekatan siswa dewasa dan
instruktur dalam pembelajaran.
Formula yang
disarankan pada kondisi ini yang dapat membuat kedinamisan orang dewasa belajar
adalah :
Orang
dewasa memiliki standard an harapan sendiri berdasarkan identitas yang ia
kenali
|
Masuk
kedalam Materi Subjek
|
Menentukan
apa yang ingin ia pelajari
|
Guru tidak
bekerja diantara pelajar dan materi subjek, tugas dasar guru adalah untuk
menolong orang dewasa mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan dalam materi
struktur. Tujuan pembelajaran dapat sempit ataupun terlalu besar serta diskusi
harus berdasarkan pendapat logis dan tidak dalam kekuasaan, cinta, atau
ketakutan. Orang dewasa langsung menuju subjek materi dan tidak melalui proses
identifikasi. Instrktur menggunakan humor, bercanda dengan siswa mereka
merupakan teknik manipulatif. unruk mendapatkan kesan siswa agar dia enjoy.
Siswa yang berada pada kondisi pembelajaran seperti ini memerlukan dukungan dan
struktur yang disediakan oleh instruktur.
Perbedaan
antara konsep andragogi dan pedagogi adalah bahwa konsep andragogi berkaitan
dengan proses pencarian dan penemuan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia
untuk hidup, sedangkan konsep pedagogi berkaitan dengan proses mewariskan
kebudayaan yang dimiliki generasi yang lalu kepada generasi sekarang.
D. Redefinisi
Pendidikan
Kenyataan menunjukkan bahwa dunia hari ini
telah memperlihatkan masalah dalam suatu proses pembelajaran yang menuntut
penafsiran kita terhadap pendidikan harus berubah secara radikal. Walaupun
sistem pendidikan pada dasarnya tidak berubah, namun kita tidak lagi secara
utama berhubungan dengan transmisi vertical. Sitem pendidikan inilah yang
berkembang secara stabil dan lambat laun brubah budaya. Sistem pendidikan yang
mengedepankan transmisi vertikal pengetahuan tidak lagi memadai dalam
pencapaian tujuan pendidikan didunia yang penuh dengan perubahan. Apa yang
dibutuhkan dan apa yang telah dilaksanakan merupakan dimensi lain dari proses
pendidikan. Transmisi Lateral pada setiap setiap anggota masyarakat sangat
masuk akal dan tidak imajinatif dalam memperkirakan krisis yang terjadi pada
saat sekarang ini.
Perubahan menjadi semakin cepat, sehingga
tidak bisa ditinggalkan pada generasi selanjutnya. Orang dewasa harus
terus-menerus ambil bagian, menyesuaikan menggunakan dan membuat inovasi dalam
arus kondisi dan penemuan baru yang tetap, umur guru tidak lagi mempunyai
sangkut paut atau singkatnya anak-anak telah belajar menjalankan televisi, dan
elektronik lainnya serta peralatan baru yang otomatis melebihi apa yang
seniornya usahakan. Hal in yang disebut transmisi lateral dari pengetahuan.
Untuk memfasilitasi transmisi lateral
pengetahuan, kita perlu mengetahui apa itu pendidikan primer dan apa itu
pendidikan skunder. Pendidikan primer dapat diartikan sebagai tahap pendidikan,
dimana semua anak diajari apa yang perlu mereka tahu dengan tujuan akan menjadi
manusia yang sepenuhnya didunia dimana mereka tumbuh, termasuk keahlian dasar
membaca dan menulis serta pengetahuan dasar akan angka, uang, geografi, transportasi,
dan komunikasi, hukum dan Negara di dunia. Sedangkan pendidikan sekunder dapat
dartikan sebagai pendidikan yang didasari oeleh pendidikan primer,dan apa yang
didapat atau tambahan pada saat apapun selama kehidupan.
Pada sistem pendidikan seperti ini, kita
dapat memberikan pendidikan primer dan perlindungan pada anak sebaik pengawasan
perlindungan dan sensitive bagi remaja. Kita dapat kembali pada dasarnya secara
potensial setiap manusia belajar pada tingkat apapun. Hak untuk mendapatkan
pendidikan sekunder kapan dimana individu ini gunkan harus termasuk tidak hanya
akses pada tipe konvensional yang ada namun juga hak akses pada tipe pelatihan
kerja yang belum atau sedang dikembangkan (jenis kerja magang dan juga kerja
tim yang baik).
Dalam pemikiran mengenai sistem pendidikan
yang efektif, kita harus menyadari bahwa kebutuhan dan hak bekerja remaja
sebesar kebutuhan pentingnya dan hak untuk belajar. Kita juga harus menyadari
bahwa kebutuhan orang dewasa dan hak untuk mempertahankan pekerjaan yang sama
hingga enampuluh lima tahun. Kita bisa melakukannya dengan membuat sebuah
sistem pendidikan dimana semua individu akan diyakinkan pendidikan sekunder
yang lebih tinggi yang mereka mau dan gunakan setiap selam hidupnya.
E. Pendidikan
dan Kehidupan
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling
vital dalam setiap usaha pendidikan. Sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak
akan pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses belajar hamper selalu mendapat
tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya
kependidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Belajar juga
memaikan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia
(bangsa) ditengah persaingan yang semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya
yang lebih dahulu maju karena belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar,
maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajarpun diarahkan
pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses
perubahan manusia.
Prinsip yang kita
harapkan dapat kita bangun adalah hal yang paling penting dalam hal ini yakin
kenaikan permintaan berbagai macam akan fasilitas pendidikan, yang secara kasar
dianggap bukan sekolah kejujuran, tapi dikembangkan menjadi luas satu atau yang
lain dari karasteristik dengan tujuan kehidupan atau untuk kepuasan dan
keinginan yang beralasan.
Pertama, pendidikan
dipahami sebagai persiapan untuk kehidupan, dan mengunci proses pembelajaran
yang sangat kompleks bagaikan lingkaran setan, dalam arti remaja dididik dalam
pemikiran orang dewasa, dan diajari berfikir sebagai proses yang berakhir saat
kehidupan yang sebenarnya baru dimulai. Pendidikan adalah kehidupan yang tidak
selalu diartikan sebagai persiapan akan sesuatu yang terjadi dimasa depan.
Seluruh kehidupan adalah pendidikan, oleh karena itu pendidikan tidak memiliki
batas akhir. Hal ini disebut sebagai pendidikan orang dewasa yang bukan karena berhubungan
dengan orang dewasa, namun karena lingkungan orang dewasa.
Kedua, pada
keadaan dunia yang menuntut spesialisasi, setiap orang butuh belajar akan
pekerjaannya dan jenis pendidikan manapun dapat membantu pekerja untuk melihat
pendidikan yang lebih tinggi. Ketiga, pendekatan pada pendidikan orang dewasa
akan melalui situasi atau bukan subjek. Setiap orang dewasa menempatkan dirinya
pada situasi spesifik yang berhubungan dengan pekerjaan dan kehidupan
keluarganya yang digunakan sebagai penyesuaian. Keempat, sumber dari nilai yang
tinggi pada pendidikan orang dewasa adalah pengalaman bekerja.
Jika pendidikan
adalah kehidupan, maka kehidupan juga adalah pendidikan. Oleh karena itu semua
pendidikan akan tetap berjalan dan berfikir bersama. Kehidupan menjadi
rasional, berarti belajar mengenai sesuatu yang kita lakukan. Jika kita hidup
secara pantas, kita akan menemukan bahwa pengalaman kita bertambah seiring
dengan bertambahnya umur. Metode pengajaran yang berjalan dari asumsi ini perlu
dikonotasi bahwa semua nilai dan arti dapat diterapkan pada setiap orang yang
selanjutnya menilai diri sendiri dalam penggunaan metode dalam pengajaran.
Disamping itu kita menilai bahwa secara alami manusia beragam dan arti
kehidupan tergantung pada setiap individu.
Jika kepribadian
seseorang berjalan kearah generalisasi, kebanyakan orang menemukan arti
kehidupan. Oleh karena itu diperlukan suatu penuntun fragmatis yang dapat
mengartikan posisi diman orang berjuang, tujuan yang mereka atur untuk dirinya,
keinginan mereka, kebutuhan, hasrat dan harapan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2007. Definisi Pendidikan. http://www.scribd.com/doc/7592955/Definisi-Pendidikan
[8
Okt 2009]
Boyd, Robert D. 1966. A Psycological Definition of Adult Education. University of
Wisconsin
Depdikbud R.I. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Fatma. 2005. Perbedaan Mengajar untuk
Dewasa dan Anak-anak. http://yvettenmt.multiply.com/journal/item/1
[8
Okt 2009]
Knowles, Malcom. 1973. The Adult Learner : A Negleted Species. Gulf Publishing Company
Book Division. Houston
Soenarmo, JH. 2009. Materi Kuliah Psikologi Belajar Mengajar. Mayor PPN. SPS-IPB. Bogor